Konsep dasar penatalaksanaan HIV adalah penggunaan kombinasi anti retroviral (ARV). Kombinasi terdiri dari minimal dua nucleoside (and nucleotide) reverse transcriptase inhibitors (NRTIs) dan obat ketiga golongan lain. NRTIs contohnya tenofovir disoproxil fumarate (TDF), lamivudine (3TC), dan emtricitabine (FTC). Obat ketiga golongan lain adalah non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs), protease inhibitors (PIs) dan integrase strand transfer inhibitors (INSTIs). NNRTIs terdiri dari nevirapine and efavirenz (EFV). Protease inhibitors (PIs) seperti lopinavir/ritonavir (LPV/r) atau tazanavir. INSTIs seperti dolutegravir (DTG) dan raltegravir (RAL).
Saat ini regimen pilihan pertama yang di rekomendasikan di Indonesia adalah TDF, 3TC, and EFV yang terdiri dari dua NRTIs dan satu NNRTI. Regimen ini biasa disingkat dengan TLE (tenofovir, lamivudine, efavirenz).
Baru-baru ini WHO merekomendasikan seluruh negara yang menggunakan TLE sebagai regimen lini pertama terapi HIV untuk berpindah ke regimen yang menggunakan dolutegravir sebagai pengganti efavirenz. Regimen ini terdiri dari dua NRTIs dan satu INSTIs, dan disingkat dengan TLD (tenofovir, lamivudine, dolutegravir). TLD adalah fixed-dose combination dengan dosis TDF 300 mg, 3TC 300 mg, dan DTG 50 mg. Kombinasi TLD ini juga direkomendasikan sebagai terapi lini kedua pada pasien yang gagal dengan pengobatan menggunakan efavirenz- atau nevirapine atau pada pasien yang gagal dengan terapi lini pertama yang tidak menggunakan dolutegravir.
TLD lebih superior dari TLE dalam beberapa hal seperti : (1) TLD lebih poten, dapat menekan viral load lebih cepat dibanding TLE. Delapan puluh satu persen pasien HIV yang memulai terapi dengan regimen yang mengandung dolutegravir mencapai kadar viral load dibawah 50 kopi/ml setelah 3 bulan dibading hanya 61% pada pasien yang menggunakan regimen mengadung efavirenz. (2) TLD lebih dapat bertahan lama karena resiko resistensi obatnya lebih rendah dibanding NNRTIs dan INSTIs generasi sebelumnya. Sehingga, kemungkinan untuk penggunaan obat lini keduanya jadi lebih rendah. (3) TLD lebih nyaman dikonsumis karena ukurannya lebih kecil dan dikonsumsi sekali sehari. (4) TLD lebih dapat ditoleransi karena efek samping yang lebih rendah dibanding efavirenz. (5) TLD memiliki kemungkinan interaksi dengan obat lain lebih rendah dibanding regimen lain.
Karena kelebihan kelebihan diatas, WHO merekomendasikan dolutegravir sebagai terapi yang lebih dianjurkan sebagai terapi lini pertama ataupun terapi lini kedua pada pasien HIV yang sebelumnya gagal dengan pengobatan regimen tanpa dolutegravir. Rekomendasi ini untuk semua populasi termasuk wanita hamil dan wanita usia subur. TLD diminum sekali sehari pada waktu yang sama dengan atau tanpa makanan.
Daftar pustaka