Lompat ke konten (Tekan Enter)

medical.internotes

internist – long life learning – sharing spirit

  • Beranda
  • Topik
    • Alergi Imunologi
    • Gastroenterohepatologi
    • Geriatri
    • Ginjal Hipertensi
    • Hematologi Onkologi Medik
    • Kardiologi
    • Endokrin Metabolik
    • Psikosomatik
    • Pulmonologi
    • Reumatologi
    • Tropik Infeksi
  • Rumus/Skor
  • Presentasi

Tropik Infeksi merupakan salah satu subbagian di ilmu penyakit dalam.

Tropik Infeksi

Transisi ARV ke regimen Tenofovir, Lamivudine, dan Dolutegravir (TLD) dalam tatalaksana HIV/AIDS

oleh Randa Fermadadiperbarui pada 24 Januari 202313 Februari 2022

Konsep dasar  penatalaksanaan HIV adalah penggunaan kombinasi anti retroviral (ARV). Kombinasi terdiri dari minimal dua nucleoside (and nucleotide) reverse transcriptase inhibitors (NRTIs) dan obat ketiga golongan lain. NRTIs contohnya tenofovir disoproxil fumarate (TDF), lamivudine (3TC), dan emtricitabine (FTC). Obat ketiga golongan lain adalah non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs), protease inhibitors (PIs) dan integrase strand transfer inhibitors (INSTIs). NNRTIs terdiri dari nevirapine and efavirenz (EFV). Protease inhibitors (PIs) seperti lopinavir/ritonavir (LPV/r) atau tazanavir. INSTIs seperti dolutegravir (DTG) dan raltegravir (RAL).

Saat ini regimen pilihan pertama yang di rekomendasikan di Indonesia adalah TDF, 3TC, and EFV yang terdiri dari dua NRTIs dan satu NNRTI. Regimen ini biasa disingkat dengan TLE (tenofovir, lamivudine, efavirenz).

Baru-baru ini WHO merekomendasikan seluruh negara yang menggunakan TLE sebagai regimen lini pertama terapi HIV untuk berpindah ke regimen yang menggunakan dolutegravir sebagai pengganti efavirenz. Regimen ini terdiri dari dua NRTIs dan satu INSTIs, dan disingkat dengan TLD (tenofovir, lamivudine, dolutegravir). TLD adalah fixed-dose combination dengan dosis TDF 300 mg, 3TC 300 mg, dan DTG 50 mg. Kombinasi TLD ini juga direkomendasikan sebagai terapi lini kedua pada pasien yang gagal dengan pengobatan menggunakan efavirenz- atau nevirapine atau pada pasien yang gagal dengan terapi lini pertama yang tidak menggunakan dolutegravir.

TLD lebih superior dari TLE dalam beberapa hal seperti : (1) TLD lebih poten, dapat menekan viral load  lebih cepat dibanding TLE. Delapan puluh satu persen pasien HIV yang memulai terapi dengan regimen yang mengandung dolutegravir mencapai kadar viral load dibawah 50 kopi/ml setelah 3 bulan dibading hanya 61% pada pasien yang menggunakan regimen mengadung efavirenz. (2) TLD lebih dapat bertahan lama karena resiko resistensi obatnya lebih rendah dibanding NNRTIs dan INSTIs generasi sebelumnya. Sehingga, kemungkinan untuk penggunaan obat lini keduanya jadi lebih rendah. (3) TLD lebih nyaman dikonsumis karena ukurannya lebih kecil dan dikonsumsi sekali sehari. (4) TLD lebih dapat ditoleransi karena efek samping yang lebih rendah dibanding efavirenz. (5) TLD memiliki kemungkinan interaksi dengan obat lain lebih rendah dibanding regimen lain.

Karena kelebihan kelebihan diatas, WHO merekomendasikan dolutegravir sebagai terapi yang lebih dianjurkan sebagai terapi lini pertama ataupun terapi lini kedua pada pasien HIV yang sebelumnya gagal dengan pengobatan regimen tanpa dolutegravir. Rekomendasi ini untuk semua populasi termasuk wanita hamil dan wanita usia subur.  TLD diminum sekali sehari pada waktu yang sama dengan atau tanpa makanan.

Daftar pustaka

  1. WHO. Dolutegravir (DTG) and the fixed dose combination of tenofovir/lamivudine/dolutegravir (TLD). Briefing Note, April 2018.

Antibiotik untuk Demam Tifoid

oleh Randa Fermadadiperbarui pada 3 Oktober 202028 September 2020
Antibiotik untuk Demam Tifoid

Antibiotik untuk Demam Tifoid

Antibiotik untuk Demam Tifoid

Insiden demam tifoid tergolong tinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia, insiden demam tifoid banyak dijumpai pada usia 3 – 19 tahun.

Ditjen Bina Upaya Kesehatan Masyarakat Depkes RI tahun 2010 melaporkan demam tifoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap rumah sakit se-Indonesia.

Pemilihan antibiotik yang tepat merupakan pilar tatalaksana demam tifoid.

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam, 2014

Progresi dan Stadium Klinis Infeksi HIV

oleh Randa Fermadadiperbarui pada 13 Juni 20209 Juni 2020

Progresi dan Stadium Klinis Infeksi HIV

Progresi dan Stadium Klinis Infeksi HIV

Progresi dan Stadium Klinis Infeksi HIV

Profilaksis Tromboemboli Vena (TEV) pada Sepsis

oleh Randa Fermadadiperbarui pada 30 Mei 202019 Mei 2020

Profilaksis Tromboemboli Vena (TEV) pada Sepsis

Tromboemboli Vena (TEV) dengan manifestasi klinisnya yaitu Deep Vein Thrombosis (DVT) dan Pulmonary Embolism (PE), merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada pasien- pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU). Sepsis terutama yang disertai dengan hipotensi dan syok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya DVT dan PE. Patogenesis yang mendasari terjadinya TEV pada sepsis diduga terjadi oleh karena berbagai faktor, antara lain: pemakaian obat vasopresor, sedasi, imobilisasi, aktivasi jalur thromboinflamasi, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), dan stasis vena. 1

Profilaksis Tromboemboli Vena (TEV) pada Sepsis - Penilaian risiko TEV PADUA

Skor PADUA

Untuk menentukan risiko kejadian TEV dikembangkan suatu model penilaian risiko yang merupakan suatu sistem skor risiko dan skor stratifikasi risiko kejadian komplikasi TEV. Dengan mengetahui faktor-faktor risiko terjadinya TEV, klinisi diharapkan dapat lebih bijak dan tepat dalam mengambil keputusan pasien yang akan diberikan profilaksis. Skor yang dipakai untuk menilai risiko TEV adalah skor PADUA yang dimodifikasi. Model penilaian risiko TEV dengan skor PADUA modifikasi ditunjukkan dalam tabel 1. 2

Skor IMPROVE

Profilaksis TEV diberikan jika nilai skor PADUA modifikasi > 4. Profilaksis farmakologis diberikan jika risiko perdarahan rendah dan profilaksis mekanik diberikan jika risiko perdarahan tinggi. Untuk nilai risiko pedararahan dinilai menggunakan skor IMPROVE (tabel 2) dimana skor > 7 dikategorikan ke risiko tinggi perdarahan. 2

Profilaksis Tromboemboli Vena (TEV) pada Sepsis - Penilaian risiko perdarahan IMPROVE

Profilaksis TEV

Profilaksis Tromboemboli Vena (TEV) pada sepsis harus dipilih dengan tepat. Kontraindikasi untuk pemberian profilaksis farmakologi adalah trombositopenia (trombosit < 50.000 ), gangguan pembekuan darah seperti pada DIC, International normalized ratio (INR), atau activated Partial-Thromboplastin Time (aPTT) > 1,5, perdarahan aktif, stroke perdarahan atau iskemia yang baru, hemofilia A atau B dan penyakit von Willebrand.1,3

Obat-obatan yang digunakan untuk tromboprofilaksis adalah Unfractionated Heparin (UFH) , Low Molecular Weight Heparin ( LMWH), fondaparinux . Pada pasien yang tidak ada kontraindikasi pemberian farmakologi profilaksis, maka :Profilaksi lini pertama adalah enoxaparin 40 mg subkutan setiap 12 jam. Untuk lini kedua digunakan  low dose           7500 unit subkutan setiap 8 jam. Pada pasien denagn Cr Cl < 30 ml/ menit, profilaksi lini pertama nya adalah low dose UFH 5000 unit subkutan setiap 8 jam. Untuk lini kedua pilihannya adalah enoxaparin 30 mg subkutan setiap 24 jam.1

Bila terdapat kontraindikasi pemberian farmakologi profilaksis, maka dapat diberikan mekanikal thromboprophylaxis dengan menggunakan Graduated Compression Stocking (GCS) atau Intermittent Pneumatic Compression (IPC). 1,3

Daftar Pustaka

  1. Hutajulu SVR. Thromboembolism Prophylactic. Dalam : Pangalila FJP, Mansjoer A, editor: Penatalaksanaan Sepsis dan Syok Sepsis, Optimalisasi FASTHUGSBID. Jakarta. Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (PERDICI). 2017.
  2. Kurnianda J, Darmawan B, Djamaludin N, Setiawan B, Suharti C. Profilaksis Tromboemboli Vena  Pada Medik. Dalam : Tambunan KL, Suharti C, Sukrisman L, Fadjari TH, Setiawan B, editor. Panduan Nasional Tromboemboli Vena. Jakarta. Perhimopunan Trombsosis dan Hemostasis Indonesia. 2018.
  3. Rhodes A, Evans LE, Alhazzani W, Levy MM, Antonelli M, Ferrer R, Kumar A, et al. Surviving sepsis campaign: International guidelines for management of sepsis and septic shock 2016. CCM Journal. 2017. 45(3).

Manajemen Sepsis dalam 1 Jam Awal

oleh Randa Fermadadiperbarui pada 27 Mei 202014 Mei 2020
Manajemen sepsis dalam 1 jam awal

Manajemen sepsis dalam 1 jam awal merupakan langkah yang sangat penting dalam tatalaksana sepsis.

Berikut adalah catatan yang harus dilakukan dalam 1 jam awal pada pasien dengan sepsis. Salah satunya adalah pemberian vasopressor yang tersedia jika hipotensi selama atau setelah resusitasi cairan.

Sumber: The Surviving Sepsis Campaign, 2016.

1

Navigasi pos

Halaman Sebelumnya

Tentang Kami

medical.internotes adalah tempat berbagi catatan-catatan kedokteran, terutama ilmu penyakit dalam.

Ikuti Kami

medical.internotes

Kategori

  • Alergi Imunologi (5)
  • Endokrin Metabolik (11)
  • Gastroenterohepatologi (8)
  • Geriatri (1)
  • Ginjal Hipertensi (8)
  • Hematologi Onkologi Medik (5)
  • Kardiologi (1)
  • Presentasi (2)
  • Psikosomatik (1)
  • Pulmonologi (3)
  • Reumatologi (3)
  • Rumus/Skor (18)
  • Tropik Infeksi (11)

Tag

Acute Heart Failure ANC Anemia Artritis Rheumatoid Autoimun Bilirubin Cairan Child-Pugh-Turcotte CKD Daldiyono Dehidrasi Dengue Fever Dengue Hemorrhagic Fever Diabetes Insipidus Diabetes Melitus DIC Drip Elektrolit Gagal Jantung GERD Hemodialisis Hepatitis Hipertensi Hipertiroid Hipofisis Hipokalemia Hiponatremia Hipotalamus Kalori KID Metode Pierce Penyakit Ginjal Kronik Penyuluhan Profilaksis Rehidrasi Sepsis Sindrom Metabolik Sirosis Hepatis Sistem Biliaris SLE SOFA Tiroid Transfusi Trombosit Wayne

Arsip

  • Januari 2023 (1)
  • Februari 2022 (1)
  • Desember 2020 (3)
  • September 2020 (2)
  • Juli 2020 (1)
  • Juni 2020 (7)
  • Mei 2020 (43)

Notes Terpopuler

  • Rumus/Skor

    Drip Norepinefrin (dengan syringe pump)

  • Rumus/Skor

    Drip Dobutamin (dengan syringe pump)

  • Ginjal Hipertensi

    Hipokalemia dan Cara Koreksinya

QUICK LINKS

  • Beranda
  • Topik
  • Rumus/Skor
  • Presentasi

Bagikan Situs

© Hak Cipta 2020 | medical.internotes |The Ultralight | Dikembangkan Oleh Rara Theme.Ditenagai oleh WordPress.