Penyuluhan – Diabetes Melitus Tipe 2
Di sini dapat di download ppt penyuluhan diabates melitus tipe 2. Semoga bermanfaat.
internist – long life learning – sharing spirit
Penyuluhan – Diabetes Melitus Tipe 2
Di sini dapat di download ppt penyuluhan diabates melitus tipe 2. Semoga bermanfaat.
Disease Modifying Anti Rheumatic Drug (DMARD) merupakan salah satu modalitas terapi artritis reumatoid.
DMARD memiliki potensi untuk mengurangi kerusakan sendi, mempertahankan integritas dan fungsi sendi.
Setiap DMARD mempunyai toksisitas masing-masing yang memerlukan persiapan dan monitor yang tepat.
Beberapa DMARD biologik berkaitan dengan infeksi bakteri yang serius, aktif kembalinya hepatitis B dan TB paru.
Daftar Pustaka
Perhimpunan Reumatologi Indonesia, Diagnosis dan Pengelolaan Artritis Reumatoid – Rekomendasi, 2014
Kriteria klasifikasi artritis rheumatoid (AR) sebelumnya menggunakan kriteria ACR pada tahun 1987. Sekarang, acuan untuk diagnosis AR adalah kriteria klasifikasi ACR/EULAR 2010.
Kriteria ini ditujukan untuk pasien AR yang baru. Pada pasien yang memiliki skor kurang dari 6 tidak diklasifikan sebagai AR.
Keterlibatan sendi pada AR adalah adanya bengkak atau nyeri sendi pada pemeriksaan yang dapat didukung oleh adanya bukti synovitis secara pencitraan.
Sendi besar adalah bahu, siku, lutut, pangkal paha, dan pergelangan kaki.
Sendi kecil adalah MCP, PIP, MTP II-V, IP ibu jari dan pergelangan tangan.
Sendi yang tidak termasuk kriteria adalah DIP, CMC I, dan MTP I.
Negatif adalah nilai kurang atau sama dengan batas atas ambang batas normal.
Positif rendah adalah nilai di atas ambang batas normal tapi kurang dari 3 kali nilai tersebut. Jika hasil RF hanya positif atau negatif, dianggap sebagai positif rendah.
Positif tinggi adalah nilai lebih tinggi dari 3 kali batas atas.
Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia untuk Diagnosis dan pengelolaan artritis reumatoid. 2014.
Kriteria Light adalah salah satu cara untuk analisis cairan pleura. Efusi pleura adalah terjadinya pengumpulan cairan abnormal dalam rongga pleura. Keadaan ini analog dengan cairan edema dalam jaringan. Rongga pleura adalah ruangan yang terletak antara pleura parietal yang melingkupi dinding dada dengan pleura viseral yang menutupi paru-paru, yang mengandung sedikit cairan pada keadaan normal. Akumulasi cairan yang patologis pada ruang ini disebut efusi pleura.
Efusi pleura terjadi akibat sekresi cairan secara terus-menerus dari pembuluh kapiler pada pleura parietal. Normalnya, jumlah cairan yang diproduksi sama dengan jumlah cairan yang diabsorpsi melalui aliran limfatik dari pleura viseral.
Efusi pleura terdiri atas efusi pleura transudatif dan eksudatif. Efusi pleura transudatif merupakan efusi pleura yang berjenis cairan transudat. Penyebab efusi pleura ini bisa oleh gagal jantung kongestif, emboli paru, sirosis hati (penyakit intraabdominal), peritoneal dialisis, hipoalbuminemia, atau sindrom nefrotik.
Efusi pleura eksudatif adalah efusi pleura yang berjenis cairan eksudat. Eksudat terjadi akibat peradangan atau infiltrasi pada pleura atau jaringan yang berdekatan dengan pleura. Kerusakan pada dinding kapiler darah menyebabkan terbentuknya cairan kaya protein yang keluar dari pembuluh darah dan berkumpul pada rongga pleura. Bendungan pada pembuluh limfa juga dapat menyebabkan efusi pleura eksudatif. Penyebab efusi pleura eksudatif adalah neoplasma, infeksi, penyakit jaringan ikat, dan imunologik.
Gejala yang paling sering pada efusi pleura adalah sulit bernafas, batuk, dan nyeri dada dengan frekuensinya masing-masing adalah 100%, 97,1%, dan 92,4% pasien. Ciri khas penyakit pleura adalah adanya nyeri, restriksi ipsilateral pergerakan dinding dada, sesak nafas, demam, dan radiografi toraks yang tidak normal. Pasien dengan keganasan melibatkan pleura biasanya memiliki tampilan klinis sesak nafas pada saat aktivitas dan batuk.
Pemeriksaan fisik adalah hal yang sangat penting dalam diagnosis efusi pleura. Karena di antara dinding dada dan paru dipisahkan oleh cairan, transmisi suara pada perkusi maupun pada auskultasi akan terganggu. Tingkat gangguan transmisi suara tergantung pada jumlah cairan dalam rongga pleura. Jika jumlah cairan pleura kurang dari 300 mL, cairan ini belum menimbulkan gejala pada pemeriksaan fisik. Efusi pleura <300 mL sulit dideteksi dari pemeriksaan fisik. Jika jumlah cairan telah mencapai 500 mL, baru dapat muncul gejala berupa gerak dada yang melambat atau terbatas saat inspirasi pada sisi yang mengandung akumulasi cairan. Fremitus taktil juga berkurang pada dasar paru posterior. Suara perkusi menjadi pekak dan suara nafas pada auskultasi terdengar melemah walaupun sifatnya masih vesikular. Jika akumulasi cairan melebihi 1.000 mL, sering terjadi atelektasis pada paru bagian bawah.
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan efusi pleura adalah pemeriksaan radiologis, analisis cairan pleura, pemeriksaan mikroskopis dan sitologi, dan pemeriksaan lainnya. Kriteria Light dapat menganalisis cairan pleura. Cairan pleura eksudat jika memenuhi satu dari tiga kriteria Light.
Sistem imun adaptif dan vaksinasi. Sistem imun adaptif disusun oleh beberapa jenis limfosit dengan masing-masing fungsinya.
Limfosit terdiri dari limfosit B dan limfosit T. Limfosit B nantinya akan membentuk antibodi. Limfosit T terdiri dari T-helper, T-sitotoksik, dan T-regulator. Fungsi masing-masing limfosit dijelaskan pada gambar di atas. Respon sistem imun yang berlebihan akan menyebabkan hipersensitivitas, seperti SLE.
Vaksin terdiri dari vaksin aktif dan pasif. Vaksin aktif menggunakan antigen mikroba yang dilemahkan. Sementara vaksin pasif menggunakan serum antibodi atau limfosit T.